Just for a Meowment merupakan web novel yang aku adaptasi dari komik berjudul sama. Berkisah tentang seorang wanita bernama Ki Myohee yang ingin bunuh diri. Tapi karena, umurnya belum habis, malaikat maut memberinya kesempatan hidup 100 hari lagi sebagai kucing. Pada kesempatan itu, dia menjadi lebih dekat dengan bosnya, Direktur Cha. Jika kamu menyukai novel hasil adaptasi, dan ingin membaca chapter lainnya, silakan klik tautan berikut ini. Terima kasih sudah berkunjung!
Daftar Isi
- I. Tak Ada Jalan Lain
- II. Hiduplah sebagai Kucing 100 Hari Lagi
- III. Direktur Cha
- IV. Dibawa ke Rumah Direktur Cha
I. Tak Ada Jalan Lain
Hujan turun dengan
deras hari ini. Kilatan petir tampak menyebar di langit bagaikan akar
serabut tanaman.
Seorang wanita, ya
wanita single, tengah berdiri di tepi atap gedung tinggi. Ia menangis
tersedu-sedu. Air matanya meleleh berbarengan air hujan.
Apa sudah tak
kuat lagi?
Ia
bergumam.
Aku yatim-piatu
dan selalu sendirian selama 27 tahun. Satu-satunya teman (masa
kecilku) dan kuanggap keluarga sendiri telah menghilang. Meninggalkan
utang untukku.
Cinta atau
berkencan? Aku tak pernah bermimpi mendapatkannya. Pikiranku selalu
penuh dengan kerja, kerja, dan kerja demi gaji yang hanya cukup
memenuhi kebutuhan sehari-hari saja.
Dan gaji itu sama
sekali tak cukup untuk membayar seluruh utangku. Bunganya sekalipun.
Inilah
satu-satunya jalan...
Wanita
ini telah meninggalkan surat pengunduran dirinya di meja kerja. Ia
telah memutuskan. Membulatkan tekadnya.
Takkan ada
penyesalan. Lagipula sudah jelas... Siapa kan menangisi kepergianku?
Tak seorang pun.
Dalam
hitungan ketiga, wanita itu menjatuhkan tubuhnya. Ia memejamkan mata.
Berharap rasa sakitnya tak terasa.
Beberapa
saat kemudian, ia merasa tidak sampai juga di tanah.
Wanita
itu membuka matanya. Dan kaget begitu menemukan dirinya mengambang di
udara – antara atap gedung dan jalan raya.
Eh, kenapa aku
berhenti? Apa ini? Apa aku sudah mati?
Begitu
rentetan pertanyaan yang ada di benaknya.
“Kamu
belum mati!” kata sebuah suara.
II. Hiduplah sebagai Kucing 100 Hari Lagi
Wanita
itu mendongak, karena ada seorang anak kecil berdiri di depannya.
“Ki
Myohee, 27 tahun, lahir 4 April, golongan darah A,” kata anak kecil
itu.
Anak
kecil itu tampak trendi dengan kaos berwarna biru dan celana hitam.
Matanya tak lepas dari layar gadget.
Tanpa
menghiraukan keberadaan Myohee, anak kecil itu mengatakan, “Hidupmu
susah ya? Nggak ada gunanya nyerah begitu aja. Maaf, bahkan kalau
kamu jatuh ke bawah pun, kamu nggak mati. Tubuhmu akan lumpuh total.”
“Ka-kamu
siapa?” tanya Myohee dengan terbata-bata. Masih belum hilang rasa
kagetnya.
“Aku?
Aku malaikat maut.”
“Ah,
malaikat maut...” ucap Myohee lirih, “Penampilanmu berbeda dari
bayanganku.”
Anak
kecil yang ternyata sesosok malaikat mau terkejut.
“Oh,
sial! Kayak gimana penampilanku sekarang?”
“Kamu
kayak anak kecil.”
“Maaf,
maaf! Eh, nggak ding, ini salahmu! Tadi aku lagi
push rank,
kamu malah bunuh diri. Ganggu tauk!” hardik malaikat maut.
Myohee
menggerutu.
Jadi, kalau mau
bunuh diri harus bilang-bilang gitu sama malaikat maut?
Sesaat
kemudian, sang malaikat maut menjentikkan jari kirinya. Poof!
Penampilannya berubah. Ia tampil dengan sosok pria tampan ber-hanbook
hitam.
“Sekarang
lebi baik kan? Baiklah, ini salahku. Jangan katakan apapun pada “para
petinggi”, oke?!”
“Oke.”
“Jadi,
aku nggak mati, tapi bakalan lumpuh total dan masuk rumah sakit?”
tanya Myohee melanjutkan obrolan mereka sebelumnya.
“Ya.
Umurmu belum habis,” kata malaikat maut, “Aku akan menurunkanmu
dari lantai tiga. Jadi, pastikan kamu jatuh terlentang. Jangan sampai
kepalamu terantuk aspal lebih dulu ya.”
Myohee
terlihat murung. Ia bertanya, “Apa kamu nggak bisa membunuhku aja
langsung? Andai hidup pun, aku bakalan dirawat di rumah sakit yang
biayanya takkan bisa kubayar. Lintah darat pasti akan datang untuk
membeli organ-organ dalamku.”
“Ya
bagus dong. Kalau kamu menyumbangkan organ-organmu. Hukumanmu jadi
lebih di akhirat,” enteng saja
malaikat maut mengatakan hal itu.
“Kuharap
itu benar. Sejak awal, hidupku sudah salah, dan gagal...”
“Terus
ngapain juga kamu ngutang?”
“Bukan
aku!” pekik Myohee, “Itu kelakuan temanku!”
“Yakin?”
“Ya,
aku yakin. Sejak itu, aku coba menjalani kehidupanku secara normal,
tapi... hiks...”
“Normal?
Hidup normal kayak gimana yang kamu maksud?”
“Umm...
jadi kaya atau...”
Malaikat
maut tertawa, lalu memotong ucapan Myohee. “Apa hidupmu akan lebih
baik kalau kamu kaya dan sukses?”
“Aku
cuma mau kayak orang lain. Merasakan cinta dari keluarga. Sekali
aja!” Myohee mengatakan keinginan terdalamnya. Tak sadar, ia
meneteskan air matanya.
“Kalau
begitu, hiduplah seratus hari lagi.”
Myohee
langsung mengiyakan, “Umm... oke.”
“Sebagai
kucing?”
Myohee
terbengong-bengong mendengar pertanyaan malaikat maut barusan. Ketika
menyadarinya, ia memekik keras.
III. Direktur Cha
Ia
sudah berubah menjadi kucing.
Apa-apaan ini?
Myohee
melihat tangan kanannya yang telah berubah menjadi kaki depan kucing.
Apa ini mimpi?
Nggak, nggak. Ini pasti nyata! Apa aku benar-benar jadi kucing?
Duh, apa yang
harus kulakukan? Kayaknya ini masih jauh lebih baik ketimbang hidup
tapi lumpuh total.
Myohee
melihat sekitar tempatnya berdiri. Tak ada siapapun.
Jadi, kucing pun
aku masih saja sendirian. Dasar malaikat maut itu, melakukan apapun
yang dimaui seenaknya.
Myohee
merasa sedih lagi.
Ding
dong. Suara bel pintu rumah Myohee berbunyi, lalu terdengar suara
berat seorang laki-laki berteriak dari luar, “Hei, Ki Myohee! Apa
kamu kabur dan ngumpet!”
Karena
tidak ada sahutan dari dalam, laki-laki itu menggedor pintu rumah
Myohee. Membuat Myohee yang berada dalam tubuh kucing terkejut.
Re-renternir?
“Kami
tauk kamu ada di dalam. Buka pintunya! Kalau nggak dibuka, kami bakal
dobrak!”
Kucing
Myohee meringkuk ketakutan.
Duh, apa yang
harus kulakukan? Aku takut.
Tiba-tiba
terdengar suara beberapa orang laki-laki lain yang baru datang,
kayaknya polisi.
“Hei,
kami polisi,” pekik laki-laki itu, “Kami telah menerima laporan
orang hilang. Apa yang kalian berdua lakukan di situ?”
Kedua
renternir yang tidak ingin mendapat kesulitan segera meninggalkan
TKP.
Kucing
Myohee yang masih meringkuk ketakutan memikirkan hal lain.
Oh, ada polisi.
Beruntungnya, thanks to God. Tadi mereka bilang ada laporan orang
hilang. Apa ada tetangga yang hilang?
Pintu
rumah Myohee terbuka pelan-pelan. Kriettt... Kucing Myohee kaget.
Ternyata
orang yang membuka adalah bosnya Myohee. Laki-laki yang dipanggil
Direktur Cha. Ia bersama dua orang polisi.
“Nona
Ki Myohee,” panggil Direktur Cha beberapa kali. Tak ada satu orang
pun yang menyahut.
Mereka
memeriksa rumah Myohee. Tetap saja, tak ada siapa-siapa di sana.
Mereka hanya menemukan ruang kosong yang rapi dan seekor kucing yang
sedang merasa ketakutan.
Direktur
Cha menjumput kucing tersebut dengan tangan kosong. Membuat kucing
Myohee merasa panik.
“Makasih
bantuan Anda berdua. Kita cuma menemukan kucing ini, tapi...”
“Nggak
masalah pak. Anda benar-benar perhatian pada karyawan Anda,” sahut
polisi pertama.
Polisi
kedua kemudian menyimpulkan hasil temuannya sejauh ini. “Dari apa
yang bisa kami simpulkan, dia kayaknya kabur demi bisa menghindari
utangnya.”
Direktur
Cha mendekatkan kucing Myohee ke wajahnya.
“Aku
rasa, sudah seminggu sejak terakhir kali dia terlihat.”
Kata-kata
Direktur Cha barusan membuat Myohee terkejut.
Apa sudah
seminggu, cepat banget?!
“Kalau
begitu, silakan lanjutkan penyelidikan kalian,” pinta Direktur Cha.
“Kami
akan mulai menginvestigasi dari lintah darat itu,” salah satu
polisi menjelaskan.
“Baik,
tolong bantuannya.”
IV. Dibawa Pulang Direktur Cha
Semua terjadi
begitu saja. Dan aku dibawa ke rumah Direktur Cha...
Direktur
Cha duduk di sofa sambil membuka kaleng minuman. Di sebelahnya kucing
Myohee tampak memperhatikannya.
“Demi
satu karyawan aku menghabiskan banyak waktu!” gerutunya.
Oh, maafkan aku,
Direktur Cha... Eh, tapi tunggu dulu, kenapa dia mencariku? Apa
tubuhku nggak ditemukan?
Kurasa, aku sudah
meninggalkan surat pengunduran diriku.
Kucing
Myohee bergumam dalam hati.
“Aku
belum pernah melihat,” Direktur Cha meneguk minumannya, “Orang
yang sangat berani. Membuat kontrak palsu atas nama perusahaan!”
Kucing
Myohee kaget.
“Park
Jinsang. Namanya terdengar biasa. Orang macam itu dan nona Ki... wah
benar-benar mengejutkan!”
“
Ya, Park
Jinsang! Dia si b*jingan itu!”
Suara
kucing Myohee terdengar lantang. Tentu saja Direktur Cha tidak bisa
mendengarnya, kecuali suara mengeong. Hal itu membuat Direktur Cha
menoleh ke arahnya.
“Besok,
aku harus mencari seseorang di perusahaan yang mau mengadopsimu. Jadi
jangan khawatir ya.”
Hiks, maafkan
aku, Direktur Cha... Aku terlalu mempercayai teman kecil yang seperti
bangs*t itu.
“Tidurlah,”
kata Direktur Cha kepada kucing Myohee. Dia sendiri beranjak dari
sofa dan pergi ke kamar mandi.
Apa yang akan
terjadi sekarang? Kenapa malaikat maut mengubahku menjadi kucing?
Kenapa aku nggak diubah jadi orang aja sih?
Tunggu! Apa dia
ingin aku menyadari kalau aku telah merugikan orang lain? Dan
Jinsang, apa aku ditakdirkan untuk menangkapnya?
Jam
bandul klasik di rumah Direktur Cha berdentang. Jarumnya menunjukkan
ke angka dua belas (malam, red.).
Kucing
Myohee menatapnya.
Sebuah jam kuno.
Kukira jam model kayak begitu sudah tak ada lagi. Kalau dipikir-pikir
itu mungkin karena Direktur Cha adalah kepala perusahaan furnitur.
Kepala
kucing Myohee menengok ke kiri dan ke kanan. Ia menemukan banyak
barang antik di rumah Direktur Cha.
Ada banyak
furnitur antik yang cantik-cantik.
Kucing
Myohee mengagumi semua furnitur antik itu sampai-sampai dirinya tidak
sadar telah menjadi manusia.
Saat
itu, Direktur Cha baru saja selesai mandi. Dia mengenakan jubah
mandi, dan sedang mengelap rambutnya.
Oh, dia sudah
mandi. Aku biasanya nggak terlalu perhatian sama Direktur Cha. Tapi,
melihatnya dari dekat begini, dia jauh lebih ganteng dengan rambut
acak-acakan.
Direktur
Cha melihat ke arah kucing Myohee. Dia kaget menemukan Myohee tanpa
busana, karena telah berubah menjadi manusia lagi.
“No-nona
Ki?”
Myohee
bengong. Dia menatap Direktur Cha yang melihat ke arahnya. Dia pun
menyadari dirinya sudah jadi manusia lagi. Dia kaget dan berteriak,
“Aaaa...”
Posting Komentar
Posting Komentar