Cerpen: Hitam-hitam Kereta Api, Biar Hitam Banyak yang Menanti

Posting Komentar

Sekarang waktunya bagiku buat menulis cerpen yang kupikirkan sambil pulang siang tadi sehabis menjemput anak sekolah. Cerpen ini berkisah tentang seorang gadis yang tiba-tiba menangis waktu pulang sekolah. Ibunya yang melihat anak gadisnya menangis jadi terheran-heran aka kebingungan melihat anak gadisnya bersedih.

"Ada apa?" tanya ibunya lembut, "kok kamu menangis?"

Tapi si anak diam saja. Air matanya malah mengalir lebih deras. Setelah meletakkan sepatu di rak sepatu, si anak pergi masuk ke dalam rumah, masuk ke kamar. Ibunya yang masih penasaran dengan kondisi anaknya segera mengikuti anak gadisnya yang sudah beranjak SMP itu dengan hati yang gusar. Bagaimana tidak gusar? Anaknya berangkat dengan riang tapi pulang denga membawa tangis. Ia yakin pasti ada seseorang yang menyakitinya.

"Siapa?" tanya ibu langsung.

Si anak menoleh. Dia menatap mata ibunya. Matanya sendiri sembab. "Apa maksud ibu siapa?" tanya si anak gadis.

"Iya, siapa orang yang sudah menyakitimu?"

"Hmm…" si anak gadis ragu-ragu mau bicara.

"Bicaralah, tidak apa-apa Nak. Ibu disini…" kata ibu, lalu duduk di sebelah anak gadisnya

"Itu si Joko Kendil, bu…"

"Kenapa dengannya?”

"Dia mengataiku, si hitam dari laut Jawa! Emangnya aku lumba-lumba!"

Ibu terkekeh mendengarnya. Itu bikin si anak menatap tajam ibunya. Merasa anaknya tidak suka dengan tawanya, ibu menghentikan ketawanya. "Maaf, abis kamu lucu ceritanya… kayak lagi nyanyi tauk."

"Ih, ibu mah… aku lagi ceritain kejadian tadi. Kalau ibu nggak mau denger juga nggak apa-apa…" rajuk anak gadis.

"Iya deh iya. Coba dilanjut ceritanya."

"Iya jadi, belakangan ini ada murid baru bu, pindahan dari Bandung. Namanya Joko Kendil. Dia ini orangnya superrr ganteng, tapi cerewet banget."

"Nih, ya, aku yang biasa adem ayem aja, tiba-tiba dikatain hitam… hitam… hitam… sumpah bu kupingku panas mendengar omongannya."

"Tapi Joko tu nggak ngatain kamu loh. Kan kamu emang hitam kulitnya."

"Ih ibu mah… Ya, maksudku nggak usah nyebut-nyebut gitu kek. Bikin aku keki aja."

Ibu tersenyum. Ya, dia paham pada usia anak remaja seperti anak gadisnya warna kulit memang paling jadi momok. Semuanya anak remaja mau menjadi putih. Tapi dia juga tahu anak-anak remaja juga pasti akan menolak / resistence jika dikasih nasihat, khususnya tentang itu. Dia mencari akal untuk memberi anak gadisnya nasihat bahwa berkulit hitam bukanlah dosa dan bukan penghalang seseorang menjadi cantik dan maju.

"Eh, tunggu sebentar…" kata ibu, lalu pergi ke kamarnya. Tidak lama kemudian, ibu kembali dengan hpnya lalu duduk di sebelah anak gadisnya lagi.

"Ibu mau apa?" tanya anak gadisnya bingung.

"Sebentar, ibu mau kasih tauk ke kamu kalau warna kulit bukanlah sebuah halangan." Selama beberapa saat ibu mengutak atik hpnya. Lalu dia menunjukkan pada putrinya.

"Kamu tauk dia siapa?” tanya ibu.

Anak gadis menggeleng, "nggak bu."

"Orang ini, dia adalah Naomi Campbell."

Anak gadis mengernyit, "Siapa sih dia? Aku baru dengar namanya."

"Ya, mungkin namanya sekarang sudah tidak begitu banyak didengar orang. Tapi dulu, waktu ibu masih muda, ibu sering baca dia di majalah. Naomi Campbell adalah model internasional yang cukup menarik perhatian ibu. Karena apa? Karena dia cantik, dan berpikiran maju. Dulu ibu sama seperti kamu melewati masa sulit, dan ketika masa itu datang ibu membaca tentang Naomi dan ibu jadi punya sedikit gambaran tentang kehidupan dan ketegaran. Sejak baca tentang dirinya, ibu lalu bertekad untuk tidak jadi cengeng dan diinjak-injak oleh orang lain."

Anak gadis diam mendengar penjelasan ibunya. Dia heran saja ibunya kan cantik, putih, tinggi. Idamanlah pokoknya. Tapi mengapa dia juga melewati masa sulit.

"Emang ibu pernah dirundung gara-gara warna kulit juga?”

"Ibu emang nggak dirundung gara-gara masa sulit, tapi ada beberapa hal lain yang pernah membuat ibu jadi bahan olok-olok. Dan itu menyakitkan sekali waktu mendengarnya dulu…”

"Kalo sekarang?”

Ibu terkekeh… "Dia sempat meminta ibu jadi pacarnya. Ya, ibu tolak mentah-mentahlah!”

Anak gadis tertawa. Hatinya terhibur berkat ibunya yang baik dan pandai berstory telling.

"Dan selain Naomi, ada banyak wanita hebat diluar sana yang memiliki kulit gelap seperti kamu. Jadi, Nak, mulai sekarang, kamu nggak usah sedih lagi disebut hitam, ya. Nggak bisa dipungkiri, itu bagian dari dirimu. Kamu itu memiliki sebagian dari diri ayahmu. Berbanggalah. Tegakkan badan ya. Buktikan kepada orang yang mengataimu bahwa mereka salah. Bahwa apa yang mereka sebutkan kepadamu kalau kamu hitam bukanlah apa-apa."

Hati anak gadis benar-benar lega sekarang. Dia memeluk ibu pertanda hatinya telah membaik. "Terima kasih ya bu…"

"Iya…" ibu lalu meninggalkan anak gadisnya sendirian di kamar.

Related Posts

Posting Komentar