Cerpen: Nida Mulai “Berani”

Posting Komentar
cerpen anak, cerita anak, Nida Mulai Berani

Jam sudah menunjukkan pukul 06.31 WIB saat Nida selesai mengikat sepatunya. Dia tak sabar menunggu ibunya yang masih berada di kamar. Karena itu, dia melongokkan kepala di pintu kamar.

"Mama, ayo kita berangkat," ajak Nida kepada Mama.

Mama yang sedang mengoleskan lipstik ke bibirnya langsung menoleh ke arah Nida. Dia tersenyum melihat Nida, buah hatinya sudah mulai masuk sekolah. Ya, sudah satu minggu ini sejak Nida terdaftar sebagai murid kelas satu di Sekolah Dasar Negeri Jatiasih III. Dan, setiap pagi Nida tampak begitu semangat sekali, seperti saat ini.

"Oke, sayang, kita berangkat," kata Mama, lalu beranjak dari kursi.

Nida menggandeng tangan Mama saat mau keluar rumah. Lalu, tiba-tiba Mama menepuk keningnya sendiri. Ada sesuatu yang dilupakannya.

"Kenapa Ma?" tanya Nida, kedua alis matanya terangkat.

"Mama hampir lupa, hari ini kamu nabung di bu guru, Nid," sahut Mama.

Nida terdiam. Dia tampak belum tahu apa itu menabung.

Seolah tahu apa yang ada di benak Nida, Mama langsung memberikan penjelasan. "Menabung itu sama dengan menyimpan uang. Di sekolah, kamu nabung di ibu guru Siti.”

Mama merogoh tasnya dan mengeluarkan uang sepuluh ribu rupiah. Dia mengatakan, “Nanti kamu yang kasihin duitnya ya, Nak."

Nida terdiam sebentar, lalu menjawab, "Mama aja yang kasih. Aku malu."

"Malu?" tanya Mama.

Nida mengangguk. "Sama takut. Kata temen-temen aku, ibu guru Siti galak."

"Galak kan kalo kamu melakukan kesalahan. Kalo nggak ya nggak akan galak."

"Nggak ah, Ma. Mama aja pokoknya."

Mama terdiam. Dia mencari akal agar Nida mau memberikan uang tabungan kepada bu guru. Biar bagaimanapun, hal ini merupakan bentuk pembelajaran untuk Nida supaya “berani” bertemu orang. Walaupun, hal ini persoalan sepele cuma menyerahkan uang tabungan ke bu guru.

"Kalo kamu coba dulu mau nggak? Nanti Mama beliin Kinder Joy buat kamu."

Mendengar kata Kinder Joy, sontak mata Nida berbinar. Cemilan coklat berbentuk telur itu memang sudah jadi favoritnya sejak kecil. Tapi Nida masih terdiam. Dia masih belum tergerak hati untuk mengiyakan.

"Gimana? Kamu nggak mau?"

"..."

"Mama beliin dua deh."

Nida menyerah. Dia mau mencoba menyerahkan uang tabungan ke ibu guru Siti. Mana mampu dia menahan penawaran dua Kinder Joy sekaligus, cemilan kesukaannya.

"Ya udah deh Ma. Nida mau coba. Dua Kinderjoy," kata Nida akhirnya.

Mama hanya tersenyum mendengar kicauan manja putri sulungnya. Setelah mencapai kata mufakat, mereka pun berangkat menuju sekolah.

***

Sepulang sekolah, Nida bergegas menghampiri Mama yang sedang asik makan batagor di depan sekolah. Dia menyodorkan buku tabungan yang telah diisi oleh bu guru kepada Mama.

"Udah dikasih duitnya?" tanya Mama sambil menyimpan buku tabungan itu ke dalam tas.

"Udah Ma. Ternyata gampang nggak susah."

“Pinterrr…” sahut Mama, “Nggak malu dan nggak diomelin kan?”

Nida menggeleng.

"Terus apa kata bu guru?"

"Ya nggak bilang apa-apa. Cuman nerima duitnya, terus nulis di buku tabungan."

"Pinternya anak Mama," puji Mama.

Nida tersipu malu mendapat pujian dari Mama. Setelah itu, mereka pun pulang ke rumah.

Terbaru Lebih lama

Related Posts

Posting Komentar