(Chapter II - “Kamu Menikah, ya!”)
Di
Chapter I - “Aku mau, Guy!”, Uguy terkejut sekaligus senang ketika mendengar Aghisna mau menerima lamarannya. Saking senangnya, ia sampai lupa dengan hal-hal itu. Ada alasan kenapa Uguy senang sekali. Alasan apa itu?
Nah, alasan itu ada di chapter II ini. Kamu bisa mengetahuinya dengan membaca chapter ini sampai selesai. Happy reading!
*
Uguy masuk di sebuah ruang perawatan, tempat dimana Ibunya kini berada. Ia sendirian di sana, sebab Ibunya mau bicara empat mata dengannya.
Saat itu, Uguy menemukan Ibu masih memejamkan mata. Karena itu, ia mengecup kening sang Bunda. Setelahnya ia genggam tangan Bunda dengan dengan kedua tangan.
Merasa kulitnya disentuh oleh Uguy, Rahmawati (nama Ibunya Uguy) membuka mata. Ia mencoba tersenyum pada putra sulung sekaligus anak laki-laki satu-satunya itu.
“Guy...” kata Rahmawati.
“Ya, Bu.”
“Umurku kayaknya nggak bakal lama lagi.”
“Eish, Ibu mah... jangan suka bicara yang nggak-nggak. Uguy yakin Ibu pasti sembuh. Pasti sehat kembali kayak dulu.” Uguy sedih sebenarnya waktu mengatakan hal itu.
Rahmawati tersenyum. "Sebelum pergi, Ibu cuma mau satu hal. Menikah ya, Nak.”
Kaget bagai tersetrum listrik, detak jantung Uguy berdegub lebih kencang. Menikah? Soal itu... hmm, Uguy merasa belum siap benar-benar. Secara fisik maupun umur, ia merasa sudah bisa meminang seseorang. Tapi, secara mental?
“Anggap, ini permintaan terakhirku,” ucap Rahmawati melihat putranya yang terdiam.
Uguy mendesah. Ia menatap keluar jendela kamar perawatan. Apa yang diminta oleh Ibunya bukanlah permintaan pertama. Itu permintaan lama. Waktu itu, ia merasa masih bisa menolak. Sekarang? Ia akan merasa sangat berdosa jika menolak permintaan itu. Permintaan terakhir loh ini!
“Ya Nak!” ucap Rahmawati lirih.
Tak terasa air mata Uguy tumpah, padahal sudah sedari tadi ditahannya sekuat tenaga. Tapi, rasa sedihnya lebih kuat dari pertahanannya.
Jadi, akhirnya Uguy tak mampu berkata apa-apa. Selain memberikan respons sebuah angguk untuk menjawab permintaan sang Ibu.
“Baiklah, demi Ibu, sekarang aku mau menikah. Syaratnya satu, wanita itu harus pilihanku sendiri dan ia harus mau menikah denganku tanpa paksaan atau belas kasihan.”
Rahmawati tersenyum. Membayangkan Ubuy bersanding di pelaminan dengan seorang wanita. Ia berharap bisa memutar waktu kembali pada masa muda. Walaupun ia tahu kalau hal tersebut adalah kesia-siaan belaka.
Siapa bisa mengubah waktu?
Ia merasa sisa waktunya untuk hidup di dunia hanya tinggal sebentar. Tak ada hal lain yang menjadi kebahagiaan dirinya kecuali melihat putra pertamanya menikah. Rahmawati pun mengangguk setuju.
Setelah itu, Uguy pamit.
*
Sekeluarnya dari kamar perawatan, Uguy disambut Bapaknya dan Bibi May. Keduanya menanyakan apa yang dibicarakan Rahmawati dan Uguy.
Uguy menceritakan semua, apa adanya.
“May, kau punya solusi soal ini?” tanya Pandi, nama Bapaknya Uguy.
Bibi May terdiam. Beberapa waktu berikutnya, ia mengambil telpon dari tas kecilnya untuk menghubungi seorang teman kenalannya. Bibi May menjauhi Uguy serta Pandi.
Tak lama kemudian, Bibi May menutup telpon dan mendekat lagi ke Uguy dan Pandi.
“Sudah kuhubungi seorang teman untuk menjawab persoalan ini. Kita tunggu kabar darinya. Nanti malam atau besok, ia akan memberitahu kita kabar baiknya.”
Pandi dan Uguy mengangguk kompakan.
*
Uguy dan Pandi duduk berduaan di lorong depan kamar perawatan Rahmawati. Saat ini, jam menunjukkan pukul 5 sore. Sebentar lagi jam besuk selesai. Uguy siap pulang.
“Bagaimana seandainya saya nggak menemukan wanita itu?”
Pandi menghela napas. Sebenarnya ia mengkhawatirkan hal yang sama. Bagaimana mungkin menemukan wanita yang mau diajak menikah dalam waktu tiga hari? Tapi, tentunya, ia tidak ingin membuat Uguy menjadi panik. Tidak, tidak. Jika melakukan hal itu, ia akan mematahkan semangat Uguy. Jadi dia memutuskan untuk menyemangatinya.
“Apa sih yang nggak mungkin di dunia ini? Kita tunggu saja kabar baik dari Bibi May, lalu berjuang. Sisanya biarlah Tuhan yang menentukan.”
Secara positif, Uguy juga berpikiran yang sama. Namun pikiran negatifnya selalu melawan dengan pernyataan, “Bagaimana jika, bagaimana jika.”
Seolah tahu apa yang ada di dalam benak Uguy, Pandi menepuk bahu putranya dan mengatakan, “Sabar dan tenanglah Guy.”
Setelah mengatakan hal itu, Pandi berdiri dan melangkah menuju kamar perawatan. Ia mau menjaga Rahmawati.
Beberapa langkah berjalan, ia berhenti, “Jangan lupa sholat, Guy.”
*
Uguy baru saja selesai sholat ketika Bibi May menghubunginya.
“Halo Guy!”
“Iya, Bi,” jawab Uguy.
“Ada kabar baik nih. Teman Bibi bilang ada tiga wanita lajang, yang mungkin, bisa kamu ajak menikah dalam waktu dekat ini.”
Uguy senang mendengarnya, dan bertanya, “Lalu, siapakah orang yang akan menemaniku Bi? Bapaknya kayaknya nggak bisa, karena nemenin Ibu.”
“Nggak usah khawatir, Bibi yang bakal temenin kamu.”
*
Sejauh ini sih cerita bersambung tentang Permintaan Terakhir masih aman ya. Artinya aku bakal lanjutin ke
chapter III. Terima kasih!
Posting Komentar
Posting Komentar